Tugas rekaya lalulintas II - III

 
KONSEP TRANSPORTASI

Sesuai amanat UU  No 32 tahun 2004  tentang Pemerintahan Daerah, dimana titik pusat otonomi daerah adalah Kabupaten/Kota, maka Sistem Transportasi Kota menjadi tanggung  jawab Pemerintah Kabupaten/Kota.  Pemerintah Kabupaten/Kota diberi  kewenangan  untuk  merencanakan,  mendanai,  menggali  dana  serta menyelenggarakan transportasi kota sesuai dengan kebutuhan yang dihadapinya.  Atas dasar itu, maka Pemerintah Kabupaten/Kota membentuk institusi-institusi yang  bertanggung-jawab  mengelola  sistem  transportasi  kota.  Badan  Perencana Pembangunan  Daerah  (Bappeda),  Dinas  Perhubungan,  Dinas  Pekerjaan  Umum/ Prasarana  Wilayah,  dan  Kepolisian  Daerah  adalah  institusi-isntitusi  daerah  yang lazimnya  menangani  transportasi  kota  secara  sektoral  (Balitbang  Dephub:2009).
 Jurnal Maksipreneur, Vol.IV, No. 1, 2014 117  Bebeberapa  nomenklatur institusi  pengelola transportasi  kota  yang  biasa dibentuk adalah Sub Dinas Jalan Raya, Kereta Api dan Angkutan Sungai Danau dan Perairan yang dibentuk diberbagai daerah (Balitbang Dephub:2009). Hampir  semua  Pemerintah  Kabupaten/Kota  di  Indonesia    umumnya  sudah menaruh perhatian serius atas  transportasi kota. Selain  pembentukan  kelembagaan, mereka juga  mengalokasikan anggaran besar  pada sektor yang makin  lama makin membutuhkan  penanganan  serius  ini.  Namun  sayangnya  semua  itu  terasa  belum memadai,  manakala  institusi  itu  dihadapkan  dengan  realitas  pertumbuhan  kota (aglomerasi) yang amat pesat. Ketika aglomerasi terjadi,  kota berkembang melintasi batas-batas  wilayah  administratif, dan  merambah wilayah-wilayah administratif  di sekitarnya.  Pada  saat  seperti  itulah  institusi  transportasi  kota  konvensional  akan terbentur dengan keterbatasan kewenangan dan administratif  transportasi kota. Di  sisi  lain,  regulasi  transportasi  kota  yang  masih  terpisah  secara  sektoral berdampak pada lambatnya sinergi antar berbagai moda transportasi yang memiliki regulator berbeda  dan terpisah.  Akibatnya  adalah  buruknya  kordinasi antar  sektor transportasi kota. Dalam situasi  seperti itu,  model kelembagaan transportasi kota  konvensional berpotensi  gagal    memenuhi  tuntutan.  Hal  itu  dikarenakan  adanya  batas-batas administratif dan  kewenangan yang  tak mampu  diatasi. Pengelolaan  yang bersifat sektoral juga berpotensi tidak terintegrasinya pelayanan transpotasi antar moda yang efisien. Oleh  karena  itu  dituntut  kelembagaan  yang  mampu  menghadirkan    Sistem Transportasi  Kota  yang    mampu  menjawab  tantangan  aglomerasi  kota;  yaitu kelembagaan yang mampu melayani pelanggan secara lintas daerah (dalam wilayah kota), dengan melibatkan antar moda transpotasi secara terpadu. Artikel ini ditulis untuk merumuskan bentuk kelembagaan yang ideal-realistik; yang  didasarkan pada  hasil  penelitian  Tahun  I;  yang  berusaha  memahami  secara detail berbagai persoalan dan tantangan praktek penyelenggaraan sistem transportasi kota  di  Semarang,  Jakarta,  Cilacap  dan  Yogyakarta.  Serta  diperkaya  dengan benchmarking  penyelenggaran  transportasi  kota    yang  dianggap  sukses  yakni Singapura (kultur melayu) dan Bogotta (aglomerasi kota negara berkembang).
118 Jurnal Maksipreneur, Vol.IV, No. 1, 2014  

II. KAJIAN PUSTAKA

 Konsep kelembagaan menurut Esman dan Blaise dalam Thomas dkk (1972), merupakan suatu proses  sehingga kebiasaan-kebiasaan dalam bertindak serta  nilai-nilai  antar  hubungan  dapat  mapan.  Sedangkan  Parsons  (1966),  mempergunakan terminologi  institutionalization  sebagai  suatu  integrasi  menurut  pengalaman  para aktor dalam suatu sistem dan peran yang relevan.  Sedangkan  menurut  definisinya,  beberapa  pengertian  kelembagaan  dapat disajikan sebagai berikut:
a.  .....aturan  di  dalam  suatu  kelompok  masyarakat  atau  organisasi  yang menfasilitasi  koordinasi  antar  anggotanya  untuk  membantu  mereka  dengan harapan di mana setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan (Ruttan dan Hayami, 1984).
b.  ....aturan  dan  rambu-rambu  sebagai  panduan  yang dipakai  oleh  para  anggota suatu organisasi (Ostrom, 1985; 1986).
c.  .....  suatu  himpunan  atau  tatanan  norma–norma  dan  tingkah  laku  yang  bisa berlaku dalam suatu periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang akan menjadi  nilai bersama.  Institusi  ditekankan pada  norma-norma  perilaku,  nilai budaya dan adat istiadat (Uphoff, 1986).
d.  .....mencakup  penataan  institusi  (institutional arrangement)  untuk  memadukan organisasi  dan  institusi.  Penataan  institusi  adalah  suatu  penataan  hubungan antara  unit-unit  ekonomi  yang  mengatur  cara  unit-unit  ini  apakah  dapat bekerjasama  dan  atau  berkompetisi.  Dalam  pendekatan  ini  organisasi  adalah suatu pertanyaan mengenai aktor atau pelaku ekonomi di mana ada kontrak atau transaksi  yang dilakukan  dan  tujuan utama  kontrak adalah  mengurangi  biaya transaksi (Williamson, 1985). Berdasar  beberapa  definisi  tentang  lembaga  tersebut  di  atas,  maka  dapat disimpulkan bahwa  yang dimaksud  dengan kelembagaan adalah suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat, yang dapat  menentukan  bentuk  hubungan  antar  manusia  atau  antara  organisasi  yang
 Jurnal Maksipreneur, Vol.IV, No. 1, 2014 119  diwadahi  dalam  suatu  organisasi  atau  jaringan  dan  ditentukan  oleh  faktor-faktor pembatas & pengikat berupa norma, kode etik, aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku  sosial  serta  insentif  untuk bekerjasama dan  mencapai  tujuan bersama. Haryono  (2006),  menulis  bahwaTransportasi  atau  perangkutan  adalah perpindahan  dari  suatu  tempat  ke  tempat  lain  dengan  menggunakan  alat pengangkutan,  baik  yang  digerakkan  oleh  tenaga  manusia,  hewan  (kuda,  sapi, kerbau), atau  mesin.  Konsep transportasi didasarkan pada  adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination) (Haryono Sukarto:2006) Sementara  itu  ada  lima  unsur  pokok  transportasi,  pertama    manusia,  yang membutuhkan  transportasi;  kedua,  barang  yakni  benda  yang  di  diperlukan  atau dikonsumsi  oleh    manusia;  ketiga,  kendaraan,  yang  berfungsi    sebagai  sarana  transfer  atau  pemindahan  manusia  dan  barang  dari  satu  tempat  ke  tempat  lain; keempat jalan,  sebagai prasarana  atau media  transportasie serta  kelima Organisasi atau kelembagaan yang bertindak sebagai pengelola transportasi.  Oleh karena itu, Sistem Transportasi  terdiri dari sub sistem  jaringan (sarana transportasi), subsistem pergerakan (kendaraan dan  media transportasi), sub sistem Kegiatan  (orang  dan  barang)  serta  sub  sistem  kelembagaan  (organisasi).  Sistem kelembagaan    berfungsi  mengoptimalkan    ke  3  sistem  di  atas  melalui  regulasi (peraturan  perundang-undangan),  perencanaan,  perwujudan  rencana  sistem transportasi dan Keuangan - Pendanaan.
Konsep  ketiga  yang  perlu  di  pahami  adalah  kota/  perkotaan;    Wikipedia mencatat bahwa   Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah  area urban yang berbeda dari  desa ataupun  kampung berdasarkan  ukurannya, kepadatan  penduduk, kepentingan, atau status hukum. Wilayah  kota  berkembang  sangat  dinamis  bahkan  dalam  beberapa  kasus perkembangan  kota  berlangsung  masif  dan amat  cepat.  UU  No  32  Tahun  2004, tentang  Pemerintahan  Daerah  sudah  mengantisipasi  gejala  aglomerasi  dengan mendefinisikannya sebagai  Kawasan Perkotaan. Dalam UU itu  disebutkan bahwa Kawasan Perkotaan dibedakan atas:
1. Kawasan Perkotaan yang berstatus administratif Daerah Kota;
2. Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari Daerah Kabupaten;
3. Kawasan Perkotaan Baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah Kawasan Perdesaan menjadi Kawasan Perkotaan;
4. Kawasan Perkotaan yang mempunyai bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.  Dari pembahasan atas ke tiga konsep di atas, kelembagaan sistem transportasi perkotaan dapat  dipahami sebagai  Institusi yang  berfungsi mengatur  (meregulasi), merencanakan, mengendalikan dan melakukan sistem pergerakan barang dan orang dari  satu  tempat-ke  tempat  lain  dalam  satu  entitas  (satuan)  ekonomi,  sosial  dan kebudayaan.
  Kawasan  perkotaan  itu  sendiri  akhirnya  lebih  dimaknai  secara demografis dan sosiologis daripada secara administrasi. Kelembagaan  Sistem Transportasi  kota,  secara  yuridis  ada  pada  Pemerintah Kota/Kabupaten, sebagaimana diatur dalam UU No 32 tahun 2004 pasal 199 (ayat 2 dan  3) dimana  dikatakan bahwa  Kawasan  perkotaan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelolaoleh pemerintan kota . dan  Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk  dan  bertanggungjawabkepada  pemerintah  kabupaten.  Ketentuan  di  atas membawa  implikasi  besar  bahwa  Sistem  Transportasi  Perkotaan  ada  dibawah kewenangan Pemerintah Kabupaten / Kota.

Komentar