TUGAS I REKAYASA LALULINTAS




ABSTRAK



POLICY ARGUMENTATION DALAM KEBIJAKAN REKAYASA LALU LINTAS PERKOTAAN (STUDI KASUS PADA RUAS JALAN BERKAPASITAS TINGGI DI KOTA BANDAR LAMPUNG) 


Oleh


KARTIKA RAIHANA LESTARI


Kemacetan menjadi salah satu masalah yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Pemerintah Kota Bandar Lampung adalah stakeholder yang bertanggung jawab dalam segala masalah kemacetan yang ada di Kota Bandar Lampung. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis argumen-argumen dalam kebijakan rekayasa lalu lintas yang ada di Kota Bandar Lampung. Fokus penelitian terdiri dari kebijakan dan efektivitas kebijakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan tahunan, peraturan kepala, dan data-data lainnya yang didapatkan di lapangan yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Selama penelitian, peneliti telah menemukan bahwa kebijakan rekayasa lalu lintas yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung didasarkan dengan adanya masalah kemacetan. Kebijakan rekayasa lalu lintas yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung sudah berjalan dengan baik namun masih dapat dikatakan kurang efektif. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa tujuan dari kebijakan yang ada masih belum tercapai. Pada tujuan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung baru beberapa ruas jalan saja yang kemacetannya dapat terkendali. Namun Pemerintah Kota Bandar Lampung akan tetap berupaya untuk membuat kebijakan-kebijakan yang diharapkan dapat menuntaskan masalah kemacetan yang ada dengan menyesuaikan pada keadaan atau kondisi jalan yang ada.


Latar Belakang Masalah  

Pertumbuhan penduduk disuatu wilayah bukan hanya saja disebabkan oleh adanya kelahiran. Namun juga dapat disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah tersebut. Tingginya jumlah penduduk disuatu wilayah sangat berpengaruh dengan kepadatan suatu wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat menjadikan pengalihan fungsi lahan, infrastruktur lingkungan menjadi buruk, dan juga kepadatan transportasi. Pertumbuhan jumlah penduduk yang menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk sangat mempengaruhi akan kebutuhan sarana dan prasarana di wilayah tersebut, salah satunya adalah sarana dan prasarana jalan. Sarana jalan menjadi suatu hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam segala aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan keamanan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung tahun 2015, jumlah penduduk di kota Bandar Lampung sampai saat ini tercatat mencapai 1.252.641 jiwa dengan luas wilayah 197,22 km². Dengan jumlah penduduk yang lebih dari satu juta jiwa, kota Bandar Lampung dapat dikatakan sebagai kota raya atau kota metropolitan dengan pengelolaan wisata yang cukup baik. Hal ini menyebabkan Bandar Lampung sebagai salah satu kota tujuan saat liburan tiba .
Adapula pemakaian kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung menunjukan jumlah yang meningkat dari hari ke hari sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas di pusat kota terutama menjelang hari libur. Pada hari kerja faktor penyebab kemacetan dikarenakan adanya pergerakan kendaraan dari daerah pinggiran dan perbatasan kota menuju ke daerah perkantoran, sentral usaha atau bisnis, sekolah dan sebagainya. Akibat dari padatnya penduduk dan status sebagai kota wisata, maka Bandar Lampung menghadapi permasalahan yang mengganggu roda kehidupan. Permasalahan kemacetan lalu lintas merupakan suatu hal yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Oleh karena itu permasalahan kemacetan harus lebih mendapat perhatian khusus dari Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas yang terjadi. Kemacetan di Kota Bandar Lampung terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Kemacetan lalu lintas yang terdapat dibeberapa ruas jalan yang mengakibatkan kapasitas dari jalan tersebut tinggi di Kota Bandar Lampung yaitu: Jend. Sudirman, Dr. Susilo, Cut Nyak Dien, dan Kimaja. Beberapa ruas jalan yang berkapasitas tinggi tersebut terjadi pada jam-jam tertentu seperti pagi hari saat kebanyakan dari masyarakat Kota Bandar Lampung yang bekerja di kantor akan menuju ke kantornya, pada siang hari yaitu saat jam istirahat, dan sore hari saat pulang kerja dan juga pada hari-hari tertentu, seperti weekend hari sabtu dan minggu, dimana banyak yang menggunakan waktu liburnya dengan berpergian. Kapasitas jalan adalah kemampuan dari suatu ruas jalan untuk menampung jumlah kendaraan yang melintas pada jalan tersebut. Kapasitas yang tinggi pada 3 suatu ruas jalan dapat menimbulkan kemacetan yang ada pada jalan tersebut. Dalam mengetahui kapasitas suatu jalan dapat di lihat dari LOS (Level of Service). Level of Service atau juga yang biasa disebut dengan tingkat pelayanan jalan yaitu, suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kapasitas yang ada pada jalan tertentu.
B. Pengertian Policy Argumentation
Argumen kebijakan atau dalam kata lain disebut sebagai pembuktian alasan-alasan kebijakan, merupakan faktor utama dalam pembuatan kebijakan untuk dapat menyajikan informasi yang relevan terhadap kebijakan. Analisis kebijakan tidak hanya menghasilkan berbagai informasi, tetapi juga memindahkan informasi sebagai bagian dari argumen yang bernalar mengenai kebijakan publik. Argumen kebijakan menggambarkan alasan mengapa antara golongan-golongan yang ada dalam masyarakat tidak sepakat mengenai arah tindakan yang telah ditempuh oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Menurut Dunn (1999:143-144), Argumen kebijakan meliputi enam elemen yang meliputi: 1. Informasi yang relevan dengan kebijakan Dihasilkan melalui penerapan berbagai metode merupakan bukti dari kerja analisis. Informasi tentang masalah-masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi-aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Informasi yang relevan dengan kebijakan merupakan titik tolak dari suatu argumen kebijakan. 2. Klaim Kebijakan Merupakan kesimpulan dari suatu argumen kebijakan. Klaim kebijakan merupakan konsekuensi logis dari informasi yang relevan bagi kebijakan. Klaim kebijakan merupakan konsekuensi logis dari informasi yang relevan bagi kebijakan. 12 3. Pembenaran (Warrant ) Merupakan suatu asumsi di dalam argumen kebijakan yang memungkinkan analis untuk berpindah dari informasi yang relevan dengan kebijakan ke klaim kebijakan. Pembenaran dapat mengandung berbagai macam asumsi otoritatif, intuitif, analisentris, kausal, pragmatis, dan kritik nilai. Peranan dari pembenaran adalah untuk membawa informasi yang relevan dengan kebijakan kepada klaim kebijakan tentang terjadinya ketidak-sepakatan atau konflik, dengan demikian memberi suatu alasan untuk menerima klaim. 4. Dukungan (Backing) Dukungan bagi pembenaran terdiri dari asumsi-asumsi tambahan atau argumen-argumen yang dapat digunakan untuk mendukung pembenaran yang tidak diterima pada nilai yang tampak. Dukungan terhadap pembenaran dapat mengambil berbagai macam bentuk, yaitu hukum-hukum ilmiah, pertimbangan para pemegang otoritas keahlian, atau prinsip-prinsip moral dan etis. Dukungan terhadap pembenaran memungkinkan analisis bergerak ke belakang dan menyatakan asumsi-asumsi yang menyertainya. 5. Bantahan (Rebuttal) Merupakan kesimpulan yang kedua, asumsi, atau argumen yang menyatakan kondisi dimana klaim asli tidak diterima, atau klaim asli hanya dapat diterima pada derajat penerimaan tertentu. Secara keseluruhan klaim kebijakan dan bantahan membentuk substansi isu-isu kebijakan, 13 yaitu ketidak-sepakatan diantara segmen-segmen yang berbeda dalam masyarakat terhadap serangkaian alternatif tindakan pemerintah. Pertimbangan terhadap bantahan-bantahan membantu analis mengantisipasi tujuan-tujuan dan menyediakan perangkat sistematis untuk mengkritik salah satu klaim, asumsi dan argumennya. 6. Kesimpulan (Qualifier) Kesimpulan mengekspresikan derajat dimana analis yakin terhadap suatu klaim kebijakan. Ketika analis secara penuh yakin terhadap suatu klaim atau ketika kesimpulan sepenuhnya deterministik dan tidak mengandung kesalahan sama sekali, suatu kesimpulan tidak diperlukan Struktur argumen kebijakan mengilustrasikan bagaimana para analis dapat menggunakan informasi untuk merekomendasikan pemecahan bagi masalah-masalah kebijakan. Argumen kebijakan memungkinkan kita terus melangkah melampaui perolehan informasi dan mentransformasikan informasi itu ke dalam kepercayaan tentang kebenaran yang dapat diterima (pengetahuan).
C. Kebijakan Publik
1. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan atau policy berkaitan dengan perencanaan, pengambilan dan perumusan keputusan, pelaksanaan keputusan, dan evaluasi terhadap dampak dari pelaksanaan keputusan tersebut terhadap orang-orang banyak yang menjadi sasaran kebijakan (kelompok target). Kebijakan merupakan sebuah alat atau instrument untuk mengatur penduduk dari atas kebawah. Kebijakan publik 14 meliputi segala sesuatu yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Disamping itu kebijakan publik juga kebijakan yang dikembangkan atau dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Menurut Thomas R. Dye dalam LAN (2008: 4-5), “public policy is whatever the government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, tentu ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan dari pemerintah. Dan apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, itu juga merupakan kebijakan publik yang juga ada tujuannya. Menurut Sulistio (2013:3), Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang diambil dan tindakan yang dilakukan oleh institusi publik (instansi atau badan-badan pemerintah) bersama-sama dengan aktor-aktor elit politik dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan publik demi kepentingan seluruh masyarakat. Nugroho (2009:51) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Sehingga kebijakan publik mudah untuk dipahami dan mudah diukur, disamping itu harus mengandung beberapa hal sebagaimana yang disampaikan oleh Kismartini, dkk (2005:16), bahwa terdapat beberapa hal yang terkandung dalam kebijakan yaitu: a. Tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tujuan tertentu adalah tujuan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (interest public). 15 b. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan. Serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan adalah strategi yang disusun untuk mencapai tujuan dengan lebih mudah yang acapkali dijabarkan ke dalam bentuk program dan proyek. c. Usulan tindakan dapat berasal dari perseorangan atau kelompok dari dalam ataupun luar pemerintahan. d. Penyediaan input untuk melaksanakan strategi. Input berupa sumber daya baik manusia maupun bukan manusia. e. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Menurut Subarsono (2005:3), kebijakan publik dapat berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Provinsi, Peraturan Pemerintah Kota/ Kabupaten, dan Keputusan Walikota/ Bupati. Berdasarkan Peraturan Menteri ini, pernyataan pejabat publik juga merupakan bagian kebijakan publik. Hal ini dapat dipahami karena pejabat publik adalah salah satu aktor kebijakan yang turut berperan dalam implementasi kebijakan itu sendiri. Kebijakan dapat pula dipandang sebagai sistem. Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen- elemen pembentuknya. Menurut Thomas R.Dye dalam Dunn (1999:110), terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik/ public policy, pelaku kebijakan/ policy stakeholders, dan lingkungan kebijakan/ policy environment.
2. Ciri-ciri Kebijakan
Kebijakan merupakan upaya yang dilakukan dengan langkah-langkah secara logis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada masa mendatang dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dan menggunakan sumber daya yang tersedia. Menurut Wahab (2004:6-7), Kebijakan publik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan dari pada pelaku atau tindakan serba acak dan kebetulan, melainkan tindakan yang direncanakan. b. Kebijakan publik hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan pejabat pemerintah bukan keputusan yang berdiri sendiri, misalnya: kebijakan tidak hanya mencakup keputusan membuat Undang-Undang dalam bidang tertentu, akan tetapi diikuti pula keputusan-keputusan yang berkaitan dengan implementasi dengan pemaksaan pemberlakuannya. c. Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu, dalam arti setiap kebijakan pemerintah itu diikuti dengan tindakan-tindakan konkret. 17 d. Kebijakan publik bersifat positif maupun negatif, dalam bentuk positif kebijakan mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu, sementara itu bentuk yang negatif, kebijakan meliputi keputusan para pejabat-pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan pemerintah justru diperlukan.
3. Analisis Kebijakan Publik
Dalam pembuatan kebijakan hendaknya didasarkan pada analisis kebijakan yang baik, sehingga dapat menghasilkan kebijakan yang baik pula. Menurut Winarno ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis kebijakan, yakni: a. Fokus utama dari kebijakan publik adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang pantas b. Sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan-kebijakan publik diselidiki dengan teliti dan dengan menggunakan metodologi ilmiah. c. Analisis dilakukan dalam rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang kebijakan-kebijakan publik dan pembentuknya. Sehingga dapat diterapkannya terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan yang berbeda. Dengan demikian analisis kebijakan dapat bersifat ilmiah dan relevan bagi masalah-masalah politik dan sosial. Fokus utamanya adalah mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran tahap awal bagi pembuat kebijakan. Kebijakan publik adalah merumuskan masalah dan menempatkannya dalam agenda kebijakan. Selanjutnya masalah- 18 masalah yang diidentifikasi dan dicari jalan keluarnya yang disusun dalam bentuk formulasi kebijakan. Sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan, dipilih yang mungkin terbaik dan selanjutnya mencari dukungan dari pihak legislatif dan yudikatif. Apabila suatu kebijakan sudah mendapatkan dukungan publik dan telah disusun dalam bentuk program panduan rencana kegiatan. Kebijakan tersebut harus dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun oleh unit kerja pemerintah ditingkat bawah. Setelah kebijakan dilaksanakan perlu adanya penilaian untuk melihat sampai sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Seperti analisis kebijakan publik menurut William N. Dunn dalam LAN (2008:42), analisis kebijakan publik adalah suatu disiplin ilmu sosial, terapan, yang menggunakan berbagai macam metodelogi penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mengtransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan. Kebijakan tersebut digunakan dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Menurut E. S. Quade dalam LAN (2008:42), Analisis kebijakan publik dalam arti luas adalah suatu bentuk penelitian terapan untuk memahami secara mendalam berbagai permasalahan sosial guna mendapatkan pemecahan yang baik. Jadi dapat disimpulkan dari pandangan di atas bahwa analisis kebijakan publik adalah suatu penelitian yang dapat menghasilkan atau mendapatkan data dan informasi berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guna untuk memcahkan permasalahan yang ada tersebut. 19 Menurut Ritonga (2010:2), setiap argumen kebijakan mempunyai 6 (enam) elemen yaitu: informasi yang relevan dengan kebijakan, klaim kebijakan, pembenaran, dukungan, bantahan, dan penguat. Analisis kebijakan umumnya bersifat kognitif, sedangkan pembuat kebijakan bersifat politis. Sistem kebijakan bersifat dialektis, merupakan kreasi subjektif dari pelaku kebijakan, merupakan realitas objektif, dan para pelaku kebijakan merupakan produk dari sistem kebijakan. Hal-hal yang menjadi latar belakang perlunya menganalisis kebijakan antara lain karena adanya masalah dalam merumuskan kebijakan, pelaksanaan kebijakan (policy implementation), dan memprediksikan akibat dari kebijakan. Menurut Makhya (2006:89), analisis mengenai pelaksanaan kebijakan (policy implementation) mencoba mempelajari sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan kebijakasanaan publik melalui pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan seperti masalah kepemimpinan dan interaksi politik di antara pelaksana kebijaksanaan. Aspek ini berkembang sebagai akibat kesadaran dikalangan ilmuwan kebijaksanaan bahwa implementasi suatu program tidak hanya bersifat teknis dan administratif. Menurut Santoso dalam LAN (2008: 45-47), terdapat 3 (tiga) aspek dalam analisis kebijakan publik, antara lain sebagai berikut: a. Analisis mengenai Perumusan Kebijakan Analisis perumusan kebijakan, misalnya hubungan antara lembaga-lembaga atau badan-badan pemerintah, di mana dalam kebijakan 20 tersebut dirumuskan hubungan antara badan-badan eksekutif dan legislatif, selama proses perumusan tersebut berlangsung. b. Analisis mengenai Implementasi Kebijakan Analisis implementasi kebijakan mencoba mempelajari sebab-sebab keberhasilan atau kegagalan kebijakan publik melalui pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, seperti masalah kepemimpinan dan interaksi politik diantara pelaksanan kebijakan. c. Analisis mengenai Evaluasi Kebijakan Analisis evaluasi kebijakan sering juga disebut analisis dampak kebijakan yang mengevaluasi akibat-akibat implementasi suatu kebijakan dan membahas hubungan di antara cara yang digunakan dan hasil yang dicapai.
D. Manajemen Lalu Lintas
manajemen lalu lintas merupakan suatu penanganan yang berkaitan dengan perencanaan, perancangan geometrik dan operasi lalu lintas jalan raya serta jaringannya. Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan makin berkembangnya teknologi modern, sehingga dimungkinkan akan menimbulkan kondisi atau dampak yang kurang baik karena tidak adanya suatu keseimbangan. Seperti yang dikatakan oleh Hobbs (1995:269), mengenai tujuan pokok manajemen lalu lintas yaitu untuk memaksimumkan pemakaian sistem jalan, tanpa merusak kualitas lingkungan. Maka aparat pemerintah dan masyarakat harus berpegang teguh pada hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang 21 berlaku, sehingga akan tercipta kondisi lalu lintas yang tertib, aman, selamat, lancar, dan terkendali. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas yang bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan jaringan jalan yang ada dan meningkatkan keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan tanpa merusak kualitas lingkungan. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam teknik-teknik manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah sebanyak mungkin mempertimbangkan pola jalan yang ada, tetapi merubah pola pergerakan lalu lintas pada jalan tersebut sehingga pemanfaatan sistem dapat seefisien mungkin. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen, Rekayasa, analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas di Jalan ditegaskan bahwa penyelenggaraan manajemen lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan, pengaturan, perekayasaan, pemberdayaan dan pengawasan lalu lintas. Kegiatan pengaturan lalu lintas dimaksud meliputi kegiatan penetapan kebijakan lalu lintas pada jaringan jalan atau ruas–ruas jalan. Dalam manajemen lalu lintas guna untuk mengatur ketertiban arus dilakuan yang namanya rekayasa lalu lintas, dimana rekayasa lalu lintas dibuat untuk mengatur manajemen lalu lintas. Rekayasa lalu lintas adalah perubahan fisik suatu fasilitas jalan yang dilakukan guna untuk mengatur manajemen lalu lintas. Rekayasa lalu lintas merupakan suatu cara untuk mengatur manajemen lalu lintas. Rekayasa Lalu Lintas menurut Homburger & Kell dalam Topani (2015:25) adalah suatu 22 penanganan yang berkaitan dengan perencanaan, perancangan geometrik dan operasi lalu lintas jalan serta jaringannya, terminal, penggunaan lahan serta keterkaitan dengan moda transportasi lainnya. Namun istilah rekayasa lalu lintas yang banyak digunakan di Indonesia adalah salah satu cabang dari teknik yang menggunakan pendekatan rekayasa untuk mengalirkan lalu lintas orang dan barang secara aman dan efisien dengan merencanakan, membangun dan mengoperasikan geometrik jalan, dan dilengkapi dengan rambu lalu lintas, marka jalan serta alat pemberi isyarat lalu lintas. Ruang lingkup rekayasa lalu lintas dalam prakteknya mencakup 5 (lima) bagian penting, yaitu: studi karakteristik lalu lintas, perencanaan transportasi, perencanaan geometrik jalan, operasi lalu lintas yang dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan cara menerapkan alat-alat kontrol lalu lintas agar sesuai dengan standar dan ketentuan lainnya serta administrasi. Terkait dengan hal diatas, maka kegiatan rekayasa lalu lintas tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan yang bersifat manajemen yaitu: perencanaan, pengaturan, perekayasaaan, pemberdayaan dan pengawasan. Manajemen Lalu Lintas adalah pengelolaan da pengendalian arus lalu lintas dengan melakukan optimasi penggunaan prasarana yang ada, baik pada saat sekarang maupun yang akan direncanakan. Manajemen Lalu Lintas adalah suatu proses pengaturan dan penggunaan sistem jalan raya yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa perlu penambahan atau pembuatan infrastruktur baru. Oleh karena itu, sasaran diberlakukannya manajemen lalu lintas adalah : 23
1. Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimumkan gangguan terhadap lalu lintas.
2. Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas atau mengurangi volume lalu lintas pada suatu jalan.
3. Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi dari jalan dan kontrol terhadap aktivitas-aktivitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut Masyarakat dan aparat pemerintah harus berpegang teguh pada hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga akan tercipta kondisi lalu lintas yang tertib, aman, selamat, lancar, dan terkendali. Dasar hukum Manajemen dan Rekayasa Lal Lintas adalah sebagai berikut:
I. Dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 pasal 93 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu lintas yaitu : - Perencanaan - Pengaturan - Perekayasaan - Pemberdayaan, dan - Pengawasan Dan lebih rinci lagi diatur dalam Undang-Undang yang sama pasal 94 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Manajemen Rekayasa lalu Lintas, yaitu: 24
1) Kegiatan perencanaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat 3 huruf a, meliputi:
a. Identifikasi masalah lalu lintas;
b. Inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas;
c. Inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;
d. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung jalan;
e. Inventarisasi dan analisis ketersediaan atau daya tampung kendaraan; f. Inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan;
g. Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas; h. Penetapan tingkat pelayanan; dan
i. Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas.
2) Kegiatan pengaturan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 93 ayat (3) huruf b, meliputi: a. Penetapan kebijakan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan tertentu b. Pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan pada huruf a
3) Kegiatan perekayasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3) huruf c, meliputi: a. Perbaikan geometrik ruas jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan; 25 b. Pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan; dan c. Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka meningkatkan ketertiban, kelancaran, dan efektifitas penegakan hukum.
II. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 14 tahun 2006 Tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Jalan, Paal 3 yaitu: Kegiatan manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas di jalan, dilaksanakan melalui tahapan:
a. Perencanaan lalu lintas;
b. Pengaturan lalu lintas;
c. Rekayasa lalu lintas;
d. Pengendalian lalu lintas; dan
e. Pengawasan lalu lintas. 26
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe dan Pendekatan Penelitian
   Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tipe penelitian ini menurut Budgon dan Taylor dalam Moleong (2011:4), berupaya menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, dimana data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang dikumpulkan tersebut berupa kata-kata hasil wawancara, gambar, catatan di lapangan, foto, dokumen pribadi. Dengan kata lain metode deskriptif menggambarkan suatu fenomena yang ada dengan jalan memaparkan data secara kata-kata dan gambar. Maksud dari penulis menggunakan metode tersebut untuk mendeskripsikan dan memperoleh pemahaman menyeluruh dan mendalam tentang kebijakan rekayasa lalu lintas di kota Bandar Lampung.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada dasarnya merupakan masalah pokok yang bersumber dari pengalaman peneliti atau pengetahuan yang diperolehnya melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya. Dalam metode kualitatif, fokus penelitian 27 berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan mengarahkan penelitian. Moleong (2004:237), menyatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada analisis kebijakan berdasarkan persfektif Santoso. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
1. Kebijakan Rekayasa Lalu Lintas Indikator dari kebijakan rekayasa lalu lintas yaitu:
a. Masalah-Masalah terkait dengan Rekayasa Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung.
b. Substansi Kebijakan Rekayasa Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung.
c. Aktor-aktor yang terkait dalam Rekayasa Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung.
2. Efektivitas kebijakan rekayasa lalu lintas di Kota Bandar Lampung
a. Ketercapaian tujuan kebijakan rekayasa lalu lintas dalam mengurangi kemacetan 28
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti melakukan penelitiannya. Lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Moleong (2011:128), mendefinisikan lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Adapun lokasi yang menjadi tempat penelitian ini yaitu di sejumlah ruas jalan dengan kapasitas tinggi di Kota Bandar Lampung. Lokasi yang dipilih oleh peneliti ini dipilih karena mengingat rekayasa lalu lintas dilakukan pada ruas jalan Jend. Sudirman, Dr. Susilo, Cut Nyak Dien, Kimaja dan Ahmad Yani. Dan kebijakan rekayasa lalu Lintas di buat oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data
    Data adalah catatan atas kumpulan fakta yang ada, merupakan hasil pengamatan suatu variabel yang bentuknya berupa angka, kata-kata atau citra. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Data Primer Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui pihak-pihak yang berkaitan dan orang-orang yang dianggap berkepentingan serta mempunyai pengetahuan mengenai data yang ingin diteliti 29 yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait yang dianggap bisa memberikan informasi yang sesuai dengan yang peneliti butuhkan. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berupa hasil wawancara dengan narasumber. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini berupa surat-surat keputusan, statistik, catatan, arsip-arsip, laporan kegiatan, foto-foto di lapangan, maupun dokumen lain yang berkaitan dengan kebijakan Rekayasa Lalu Lintas yang ada di Kota Bandar Lampung
2. Sumber Data
Sebuah data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data utama tersebut dicatat melalui catatan tertulis atau perekaman audio atau video tapes, pengambilan foto, atau film. Adapun sumber data dalam penelitian ini meliputi : 1) Informan, yaitu orang-orang atau pihak yang terkait dan dinilai memiliki informasi tentang kebijakan rekayasa lalu lintas sebagai upaya mengurangi kemacetan di Kota Bandar Lampung.

Komentar